KisahSanto John Henry Newman: Perjalanan iman seorang Anglikan menjadi Katolik. John Henry Newman lahir dari keluarga kelas menengah di Inggris pada tanggal 21 Februari 1801. Ayahnya seorang bankir dan ibunya dari kalangan terhormat kelompok Protestan Prancis. Sejak kecil, Newman sangatlah cerdas. Ia masuk ke Universitas Oxford di usia 15 tahun. Sungguh kuasa Allah mengatasi segalanya. Berbahagialah semua orang yang percaya yang bersandar kepada-Nya dan mengandalkan Dia. " Tuhan Yesus, hamba-Mu bersyukur atas pengalaman yang tak terlupakan ini. Aku semakin teguh mengimani kehadiran-Mu di dalam sakramen- sakramen-Mu. perkembangandan pembinaan iman siswa di sekolah sebagai orang yang beriman, karena Pendidikan Agama Katolik temasuk pendidikan formal di sekolah. Oleh karena itu penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para guru PAK agar sungguh-sungguh menjalankan peranannya sebagai pembina iman di sekolah. Selain itu skripsi ini MenurutKonsili Vatikan II dalam buku Iman Katolik (KWI Penerbit Kanisius dan Penerbit Obor, 1996), ada ditulis pengalaman religius pada hakekatnya berarti bahwa manusia mengakui hidupnya sendiri sebagai pemberian dari Allah. Dengan mengakui hidup sebagai pemberian, ia mengakui Allah sebagai "pemberi hidup". Pegalaman ini Belikoleksi Kisah Inspiratif Katolik online lengkap edisi & harga terbaru Agustus 2022 di Tokopedia! ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Kurir Instan ∙ Bebas Ongkir ∙ Cicilan 0%. Buku Pengajaran Iman Katolik. Rp207.000. Jakarta Utara Buku Rohani Anda juga akan termanjakan dengan pengalaman membeli produk Kisah Inspiratif Katolik secara arti tak ada rotan akar pun jadi. KITAB SUCI +Deuterokanonika - Pilih kitab kitab, masukan bab, dan nomor ayat yang dituju Katekismus Gereja Katolik KATEKESE & AVANT GARDIST Menggagas kreatifitas dan ruang alternatif proses katekese Proses katekese pada intinya merupakan usaha pendampingan dan pendalaman untuk meningkatkan mutu hidup beriman. Upaya tersebut diusahakan dengan aneka metode, situasi, dan suasana yang dikembangkan agar orang merasa ditumbuhkan pengolahan yang mendalam atas imannya baik pengetahuan maupun sikap hidupnya dalam beriman. Tumbuh dan berkembangnya iman orang tidak dapat dipengaruhi secara langsung. Dengan demikian, prinsip katekese lebih sebagai usaha untuk menciptakan situasi dan suasana hidup beriman sedemikian rupa, sehingga membantu dan mendukung tumbuh-berkembangnya iman orang. Proses tumbuh-berkembangnya hidup beriman ini menyiratkan bagaimana orang berkembang secara utuh, baik secara kognitif, afektif maupun perilaku dan kehendaknya dalam menghayati apa yang diimaninya. Situasi dunia dan cara pandang orang yang kompleks, membawa implikasi yang serius bagi proses katekese. Katekese ditantang pada kemajuan cara berpikir, cara bertindak, cara menginternalisasi makna dan berbagai perubahan yang mendasar menyangkut orientasi cara pandangnya world view. Untuk itu diperlukan pembaruan katekese. Katekese harus merujuk kepada konsekwensi logis implikasi dan berbagai perubahan perilaku, sikap, dan tata budaya yang terjadi. Jika kita lihat, ruang hidup keagamaan dewasa ini tidak lagi bersifat single face berwajah tunggal, melainkan sudah bersifat multifaces berwajah banyak. Begitu juga kemajuan budaya, membawa ruang-ruang hidup keagamaan kepada relevansi keilmuan sciences dan religiositas yang majemuk dan beragam. Relevansi keilmuan ini pun cukup membingungkan, dimana ruang agama memasuki tarik menarik antara kategori pure sciences ilmu dasar atau applied science ilmu terapan. Perkembangan berbagai itu membawa perubahan pada segi hidup cara berpikir. Sifat kehidupan agama yang multiface membawa angin segar ruang agama yang tidak sarat hanya dengan permasalahan dogma, ajaran dan teologi semata, melainkan membawa kepada relevansinya terhadap ruang realitas hidup. Namun sering kali ruang agama yang sedemikian membawa sebuah konsekwensi applied science yang membawa agama sebagai sesuatu yang sarat dengan kepentingan, termasuk dalam ruang ilmu sosial politik. Agama bukan lagi sebuah pure science yang bergerak pada wilayah sakral dan transendenitas, melainkan sudah bercampur dalam wajahnya yang profan. Begitu juga, kekayaan religiositas semakin berkembang sangat beragam, dari yang populer-devosional sampai kepada posmo dan new age. Maka katekese membutuhkan avant gardist atau garda depan pemikiran yang harus berani membuka ruang-ruang alternatif. Ruang alternatif dan kreatifitas harus dicari pada wilayah yang melampaui sekat-sekatnya. Cara berpikir harus sampai kepada out of boxs, keluar dari jalur dan terus-menerus berusaha menemukan pembaruannya. 1. Katekese dan HybirdGeneration Dewasa ini, perkembangan cara pandang orang menampakkan citra yang berbeda dan progresif. Progresifitas itu tampak dari munculnya generasi “hibrida” dalam berbagai bentuk, dari seni, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Hal itu, dilatarbelakangi oleh berkembangnya gerakan Garda Depan Avant garde dalam segala proses cara pandang. Cirinya yang progresif dan mereduksi segala batas-batas formal dan tradisional, membawa segala sesuatu menjadi melintas batas tatanan. Berbagai perkembangan seni, sosial, politik, ekonomi dan budaya apapun bentuknya, menjadi meluas, kolaboratif, heteroistik. Bentuk perlawanan terhadap tatanan dan kolaboratif ini telah memunculkan berbagai kecenderungan yang kontemporer hingga sulit untuk digolong-golongkan kedalam formalisasi model tertentu. Konsep “hibrida” yang muncul, lebih kepada konsep interkoneksitas dan intermediasi. Maka yang terjadi, segala sesuatu saling dikombinasikan, dikolaborasikan dan dicampurkan. Semua hal menjadi lintas, kolaboratif dan berhubungan. Hal itu karena pengaruh berkembangnya pemikiran postmodern yang memandang segala sesuatu tentang sistem dan nilai tidak dikotomis atau biner, melainkan merupakan jalinan yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya dalam konstruksi yang utuh. Segala hal dilihat atau dipandang sebagai keutuhan dan holistik. Adanya penghargaan terhadap berbagai wacana yang lebih luas, bersifat lebih terbuka akan segala kemungkinan kebenaran. Perkembangan budaya New Age, sangat berpengaruh dan kaya dalam segi “hibridasi” ini. Hibridasi tersebut terlebur antara kerinduan akan yang sakral dengan segala sesuatu kecemasan dan hiruk pikuk duniawi. Ambil contoh, bagaimana seni-seni “hibrid” ini mewarnai kancah seni populer dewasa ini, seperti; ERA, Enya, Sarah Brighman, atau pada lagu-lagu Josh Groban yang berkolaborasi dengan Black Mumbazo. Maka New Age pun menghantar berbagai musik-musik yang kaya akan dimensi spiritual dengan musik yang didominasi bernada oktaf, namun juga kecenderungan-kecenderungan absurditas pada pilihan nada-nada musiknya, seperti apa yang dipopulerkan dengan generasi Brith Pop. Tentu saja, secara analisis budaya, hal ini dipengaruhi oleh struktur naratif zaman dewasa ini yang menuturkan berbagai pergulatan penderitaan hidup, kecemasan dan kerinduan akan yang sakral. Fenomena hibridisasi ini menjadi kesempatan yang luas bagi proses energi kreatif. Pengaruhnya juga memasuki ruang-ruang teologis, hingga politis. Ruang teologis semakin melebarkan jangkauannya kepada proses hermeneutik baru antara sosial, ekonomi, lingkungan hidup, seni, budaya dan lain sebagainya. Katekese mendapatkan tempat yang sangat berarti dalam proses hibridisasi ini. Hal itu dimungkinkan, karena katekese merupakan peleburan antara ruang teologis dengan ruang kemanusiaan yang sarat dengan kekayaan akan metodologi dan hermeneutik. Katekese menjadi ruang yang paling kaya akan hibridisasi, dari metode dan isi, yang mengkolaborasikan cara, sikap pandang, internalisasi dan refleksi. Maka katekese perlu membuka peluang seluas-luasnya pada konsep “hibridasi” ini, tentu saja bukan untuk mengkaburkannya, tetapi untuk merevitalisasinya. Tantangan ini menjadi salah satu bagian dari pengembangan katekese, bagaimana mengaktualkan sabda Allah dengan memberinya ungkapan baru yang lebih berbicara bagi manusia zaman sekarang. Isi dan tema katekese idealnya muncul dari dialog dinamis antara situasi aktual umat sekarang dengan Injil Yesus Kristus dan kemajuan kebudayaan. Setiap situasi harus menjadi medan karya keselamatan Allah. Maka, hal itu harus mendorong karya katekese menuju kepada kebaharuan dalam mempergunakan sarana-sarana modern, yang telah dihasilkan oleh peradaban sekarang ini untuk menyampaikan Injil. Liturgi sabda, katekese, peran penggunaan media massa, peranan sakramen-sakramen, kontak pribadi haruslah diintegrasikan didalam sebuah media yang mampu memungkinkan proses komunikasi yang lebih efektif. 2. Katekese dan tantangan multitask Dalam proses katekese, ada dua unsur penting yang harus diperhatikan, yaitu segi isi dan suasana. Isi memuat proses edukatif dan konsientisasi menyangkut visi dan pengetahuan iman, nilai dan pesan moral bagi audince atau pesertakatekese. Isi katekese tidak dapat dilepaskan dari pengaruhnya atas suasana, baik faktor perkembangan psikologis peserta katekese itu sendiri dan aspek-aspek eksternalnya, yaitu lingkungan, sarana, pendekatan dan metodenya. Maka diperlukan suasana akomodatif yang mampu menghantar isi kepada peserta katekese. Suasana tanpa isi akan membuat proses katekese hanya sekedar ruang hiburan, tetapi isi tanpa suasana akan membuat proses katekese bagaikan ruang ceramah yang membosankan dan sama sekali tidak edukatif bagi segi afektifitas peserta katekese. Untuk itu segi isi dan suasana menjadi bagian yang tak terpisahkan. Isi haruslah berjalan dengan suasana, begitupun suasana haruslah memuat isi yang membangun iman peserta katekese. Orang-orang di zaman sekarang ini menginternalisasim segala sesuatu dengan multitasking, yang meliputi 3 komponen pokok, yaitu visual, auditori dan kinestetik gerak. Untuk itu pengaruh media informasi sudah menjadi tiang penyangga kehidupan dan sekaligus menjadi ciri khas setiap orang bersosialisasi dengan sesamanya dewasa ini. Bahasa yang dulunya cenderung mengajar, kemudian berubah menjadi bahasa media yang bersifat membujuk, menggetarkan hati, dan penuh dengan resonansi, irama, cerita, dan gambar yang tervisualisasikan. Bahasa media tersebut lebih berpusat pada getaran hati. Selain itu, bahasa menjadi simbol untuk mengangkat dan memberi tekanan pada aneka kekayaan cita rasa. Segalanya seakan diciptakan kembali menjadi sesuatu yang kreatif . Metodologi katekese pada intinya adalah pengembangan hidup beriman. Metodologi tersebut terbuka pada pengetahuan yang bersifat edukatif, namun juga pada proses komunikasi itu sendiri dengan memperhitungkan berbagai keberagaman metode katekese dan berbagai pendekatan yang mendukung. Untuk itu, tantangan multitasking harus memberikan konsekwensi bagi perubahan cara untuk mencari secara kreatif mediasi paling progresif. Proses katekese harus terbuka kepada 3 komponen pokok, yaitu visual, auditori dan kinestetik gerak. Artinya katekese harus memperhitungkan dan menyesuaikan dengan bahasa visual, bahasa auditori dan bahasa kinestetik. Konsekwensi multitasking itu bagi katekese, maka katekese perlu mempertimbangkan segi message appeals atau himbauan pesan yang bersifat himbauan emosional yang terkait dengan motif transendental atau nilai religius. Untuk itu berbagai media yang tepat dan mampu menyentuh cita rasa perlu dikembangkan. Proses hermeneutik harus menjadi proses komunikatif, dimana citra manusiawi dikemas dengan berbagai metode pendekatan untuk sampai kepada nilai religius. Media visual-auditori-kinestetik menjadi salah satu jembatan untuk menghubungkan realitas dan cita rasa kepada inti visi Kristianitas sejati. Hal itu lebih merupakan proses sintesa media dan katekese dengan perkembangan budaya serta tehnologi yang mempengaruhi umat berkaitan dengan gaya hidup life style dan berbagai kemajuan cara berpikir lengkap dengan progresifitas pendekatannya. Media visual-auditori-kinestetik menjadi jembatan paling strategis jika rancangan katekese merupakan rancangan yang imaginatif dan kreatif. Untuk itu pola pemikiran visual-auditori-kinestetik yang kaya akan cita rasa perlu menjadi bagian utama yang dikembangkan. Proses hermeneutik harus terbuka kepada pola-pola gagasan apresiatif yang kaya. Kegiatan apresiasi merupakan sebuah kegiatan yang memuat dua unsur penting. Unsur yang pertama adalah upaya pemahaman. Unsur yang kedua, bahwa di dalam kegiatan berapresiasi ada suatu upaya untuk memberikan bentuk pendapat dan tanggapan atau yang umum disebut sebagai intrepetasi. Begitu juga, katekese menjadi ruang ekspresi atau ungkapan yang representatif dan kaya akan makna performance, apa yang menjadi perasaan dan diiternalisasi diungkap sedemikian rupa dalam bingkai visi yang teologis dan humanis namun dengan bahasa yang visualitatif. Salah satu media yang dapat digunakan agar katekese itu mampu menyapa aspek multitasking adalah media komunikasi populer. Media komunikasi populer adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dalam proses komunikasi yang metodologinya bersifat “dekat” dengan kehidupan dewasa ini, misalnya film, foto digital, poster, hasil download internet, tampilan-tampilan presentasi dengan powerpoint dan flash player, musik, potongan artikel, potongan cergam-komik, dan lain-lain. Media komunikasi populer ini dapat menjadi salah satu bantuan, agar jembatan untuk menghubungkan pengalaman hidup orang zaman sekarang dengan visi kristianitas mampu terjadi. 3. Katekese dan kerja ruang seni Performance art [seni pertunjukan] ; teater, film/fotografi, seni entalase, tari, paduan lintas seni antara seni rupa dan seni pertunjukan, performance sastra dan musik merupakan ruang yang mempunyai daya ikat komunikatif-apresiatif bagi penikmatnya. Ruang tersebut sangat kompleks dan kaya dengan berbagai ragam proses internalisasi. Internalisasi itu tercipta dengan sangat kuat bagi penikmatnya, ketika dirinya merasakan unsur keindahan, hiburan, nilai serta makna yang mencecap sumber-sumber komunikasi baik inderawi maupun kemampuan daya pikirnya. Ketika orang menikmati suatu karya/kerja seni work art yang melebur menjadi gagasan performance, orang diajak secara bebas, untuk melihat, mendengar, merasakan, dan berpikir mengenai stimulus-stimulus yang merasuk melalui membran indera untuk diinternalisasi, dikontruksi secara baru bagi dirinya agar bermakna. Makna yang didapat pasti tidak bersifat sementara, namun mampu membuat impuls kesan yang tertanam dalam memori dengan bentuknya yang lebih kaya. Jika internalisasi makna terjadi, maka apa yang menjadi performa telah dikontruksi secara baru oleh seseorang yang berdampak perkembangan atau edukatif. Performance art mempunyai “bahasa” yang mengungkap banyak ragam kemampuan daya manusia secara utuh. Daya itu meliputi, daya imajinasi, logika berpikir, dan kemampuan semiotik, menangkap simbol atau lambang yang tidak hanya secara verbalistis, namun bersifat lateral menjangkau ruang-ruang daya kreatifitas. Ruang kateketis, adalah ruang yang berdampak edukatif dan spiritual. Ruang ini menjalin proses komunikasi yang bersifat religius sekaligus pengertian serta makna. Proses komunikasi tidak akan terjadi secara baik, jika salah satu unsurnya timpang. Ketimpangan dapat terjadi, jika proses katekese kehilangan sintesa antara isi dan suasana yang dibangun. Begitu juga, jika subyek katekese tidak mampu secara bebas dengan daya pikir, imaginasi, dan proses pemaknaan, menginternalisasi makna itu. Indoktrinasi yang kuat dengan bahasa yang terbatas pada verbalistis, tidak kaya makna dan terbatas pada isi yang kurang kontekstual, kurang partisipatif baik dari inderawi, makna, dan daya pikir dapat menyebabkan proses keteketis terhambat. Performance art dapat menjadi salah satu ruang alternatif kateketis. Hal itu sangat beralasan, karena melalui performance art ini diusahakan proses komunikasi iman yang lebih kaya, beragam dan memuat unsur makna dan nilai. Dalam arti, penikmat performance, bukanlah sekedar “penikmat”, melainkan subyek keteketis yang dengan indera dan hatinya menginternalisasi makna edukatif, transformatif dan spiritual bagi hidup berimannya. Bagi sang kreator, performance menjadi ruang kesaksian dan proses komunikasi imannya. Namun, performance art tidak dapat begitu saja ditempatkan dalam kerangka ruang kateketis. Ada unsur penting kateketis, yaitu kontruksi imanen, dimana di dalamnya ada isi iman dan pengalaman religius yang mendasar. Maka performance art sebagai ruang kateketis mengibaratkan ada unsur iman yang dibangun, yaitu meliputi isi utama yang menjadi pusat kontruksi religiusnya dengan proses kerja seni [work art]. 4. Katekese dan ideologi masyarakat urban Ruang katekese semakin meluas, ketika ideologi paradigmatik dewasa ini bersenyawa dengan teologi dan humanisme, apalagi dengan konsep urbanisme modern yang dewasa ini berkembang. Katekese dalam kerangka bingkai identifikasi ini, menjadikan pengalaman-pengalaman faktual berhadapan dengan berbagai nilai, makna dan repesentasi ruang sosial urban yang cenderung anonimitas, absurditas dan eksistensialitas. Tentu saja, hal ini akan semakin menarik dan mempengaruhi model katekese. Ruang publik kota adalah ruang yang memuat begitu beragam interaksi. Interaksi itu sarat akan makna, karena proses jalinan yang menyatukan unsur ruang dan me-ruang dalam dimensi titip pijak hidup manusia. Hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri untuk mengamati ruang publik kota. Daya tarik itulah yang perlu dikembangkan sedemikian rupa, agar menjadi ekspresi dan refleksi atas potret kritis kehidupan ruang publik kota. Refleksi itu perlu menjadi khasanah paling pokok dari kerja kateketis. Katekese kaitannya denga ruang urban ini akan menjadi pengalaman dan diskusi panjang bagaimana Gereja harus berbuat untuk mengupayakan perjuangan nilai pembebasan dan warta sejati mengenai Kerajaan Allah di kancah hidup masyarakat saat ini. Pengalaman, harapan, penilaian, kekritisan yang muncul serta direfleksikan kemudian diidentifikasikan dengan sebuah visi mengenai tradisi suci yang kaya akan nilai-nilai Adikodrati. Warta tersebut diharapkan mampu menjadi subjek dan pusat komunikasi evangelisasi baru baik secara perorangan maupun bersama menggarami dan menerangi sekulerisme, hedonisme, apatisme dalam hal-hal keagamaan serta ateisme praktis yang kian menggerogoti umat manusia dewasa ini. Gagasan yang dapat dikembangkan bagi katekese dalam gagasan urbanisme ini seperti apa yang digagas oleh Foucault dengan heterotopia. Foucault mengajak memahami “ruang” dalam gagasan yang bersiafat relasional. Ruang publik kota bukan sesuatu yang kosong tanpa arti menunggu para penafsir memberikan arti-arti dan makna-maknanya. Ruang publik kota adalah ruang yang mempunyai relasional antara historisitas dan hidup manusia kota. Dalam kehidupan modernisasi sering ditemukan apa yang disebut Foucault sebagai heterotopia. Degup jantung kehidupan kota itu sarat dengan ruang-ruang heterotopia itu. Ruang heterotopia itu mensiratkan relasi kegundahan manusia dengan ruang hidupnya. Heterotopia itu terjadi ketika tata ruang, bangunan bersinergi dengan batin-batin pencarian manusia akan disparitas, paradoks dan “ruang lain” dalam hidup mereka. Ruang-ruang heterotopia terjadi ketika manusia berdialog dengan eksistensi hidupnya, antara ada dan tiada. Maka ruang heterotopia itu menjadi ruang pencarian manusia akan maknannya, pencarian manusia dalam dimensi dramatiknya, dari penderitaan, kesakitan, absurditas, spiritualitas, hingga kegembiraan. Untuk itu, ruang heterotopia tidak hanya menyangkut alih-alih kekuasaan seperti penjara, atau ruang kesakitan dan kepedihan seperti rumah sakit dan pemakaman tetapi juga ruang-ruang publik yang disibukan dengan eforia magis pelarian manusia akan kejenuhan kehidupan, seperti tempat-tempat rave party. Membaca ruang publik kota dengan konsepsi heterotopia mengajak kepada kesadaran ultimate dan eksistensial mengenai ruang-ruang makna yang dicari oleh manusia kota. Untuk mengembangkan proses katekese dengan konsep urbanisme ini, metode bahasa foto merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk penyadaran konsientisasi. Melalui foto, ada kisah dan peristiwa yang terajut utuh bagi setiap pikiran dan setiap keprihatinan. Foto menghadirkan kembali kenangan akan peristiwa, yang tentu saja mempunyai nilai jika didiskusikan dan direfleksikan. Upaya yang bersifat teknis dan pemilihan obyek, dengan kuatnya telah dirajut oleh kesadaran seorang fotografer untuk membidik sebuah peristiwa agar hadir di ruang-ruang setiap orang yang melihatnya . Foto mempunyai bahasa yang luas dan kuat untuk menyentuh perasaan, misalnya bagaimana menghadirkan sebuah pemaknaa akan kesadaran ekologis melalui foto. Hal itu seperti apa yang telah terjadi di tahun 1970-an, seorang fotografer W. Eugene Smith mampu menunjukan kepada publik mengenai upaya perjuangan lingkungan hidup melalui foto kasus pencemaran lingkungan, yang dikenal dengan Minamata. Melalui karya itu, dipaparkan betapa ruang foto, mampu menjadi medan dialog reflektif bagaimana realisasi gamblang dari rusaknya hubungan antara manusia dan kemajuan yang diinginkannya. Foto mampu berdampak provokatif mengurai batas-batas kesadaran kritis. Agar proses katekese dengan mempergunakan bahasa foto ini menjadi menarik dan mempunyai makna yang mendalam, ada salah satu metode yang dapat dipergunakan, yaitu dengan metode Mass Room Project Proyek Ruang Publik. Mass Room Project lebih dikenal dikalangan komunitas seni media. Biasanya, Mass Room Project digunakan untuk mengamati ruang publik yang “ditangkap” melalui sarana media seperti photo-camera dan camera shooting, yang dipadu dengan sebuah kajian sosial, baik bersifat antropologis maupun sosiologis yang kemudian diberi sentuhan seni. Kajian yang dilakukan, biasanya berkisar pada ruang-ruang publik perkotaan, dari pasar, jalan raya, mall, halte bis, perkampungan urban, tempat nongkrong, rambu-rambu lalu lintas, terminal dan lain sebagainya, yang terpenting ada segi ruang publik yang dihadirkan. Metode yang dilakukan, biasanya sangat variatif dan kreatif, mengingat adanya unsur seni media didalamnya. Biasanya suatu obyek ruang publik diamati dan dibidik dengan peralatan media baik photo-camera dan camera shooting, dengan suatu ketentuan tertentu. Pertama, dapat bersifat bergerak, baik linear, maupun spiral, ataupun bersifat sentrifugal maupun sentripetal, Kedua, dapat bersifat stagnan diam, dengan suatu durasi waktu yang digunakan, baik detik, menit, jam, hari maupun sampai bulan, bahkan tahunan, ataupun obyektifikasi yang bersifat masif. Untuk kepentingan katekese, Mass Room Project dapat diproses sebagai berikut 1. Sebelum melakukan hunting ke obyek yang dipilih, peserta perlu diajak diskusi untuk menentukan tema dan cara pengambilan fotonya. Tema dan cara pengambilan foto yang dipilih akan mempengaruhi jenis dan tempat obyeknya, dan bagaimana proses yang akan dilakukan, baik yang bergerak maupun yang stagnan ataupun yang bersifat obyektifikasi. 2. Setelah tema ditentukan, begitu juga tempat dan dinamikanya, barulah hunting ke obyek yang dikehendaki. 3. Berdasarkan obyek yang dipilih, obyek dapat “direkam” mempergunakan foto-digital sesuai dengan yang telah ditentukan menurut pola yang telah disiapkan. 4. Setelah foto obyek didapatkan, foto tersebut dapat diolah hasilnya berdasarkan selera dan tema yang sudah ditetapkan. 5. Hasil data tersebut dapat dikemas, baik dalam bentuk pameran foto, esai foto, perfomance art, ataupun pem-visualan yang lainnya. Hasil yang sudah dikemas itu bisa digunakan untuk media awal analisa. 6. Foto yang telah dihasilkan itu, dapat direfleksikan dan didiskusikan dengan metode 5. Ketekese dan Community Base Organization Katekese mempunyai peran dalam fungsinya untuk mengupayakan sintesa pengalaman kolektif umat di dalam terang visi iman. Hal itu mendasar pada peran katekese dalam perencanaan plan pengembangan partisipasi ruang hidup umat yang sungguh-sungguh berdaya dan bergerak nyata di dalam masyarakat. Kita sadari bersama, Katekese Umat menjadi suatu ruang dimana refleksi iman sungguh disatukan dengan pengalaman sosio politis apa yang dihadapi umat di dalam masyarakat. Melalui Katekese Umat, apa yang kultis semakin direfleksikan untuk menjadi bagian dari actus yang harus diperjuangkan bersama. Perjuangan tidaklah semata-mata politis, melainkan ada aspek visi pada sebuah nilai dan pusat keluhuran budi manusia yang telah di-internalisasi kedalam spiritualitas ruang kultis umat. Perjuangan akan semakin menampakan visinya di dalam kancah sosio politis, bahwa tidak sekedar menjadi gerakan biasa melainkan menjadi gerakan yang utuh merambah kesatuan aspek etis-spiritualitas, sehingga pilihan politispun sungguh berpusat pada nilai kemanusiaan. Katekese mempunyai fungsi mengupayakan sintesa iman dan situasi aktual umat. Jika kita lihat bersama, perantaraan iman membutuhkan jembatan antara situasi tradisi iman yang lampau dengan keberadaan Kristianitas dalam situasi yang baru saat ini. Hal ini membutuhkan dialektika antara apa yang menjadi Visi dengan kenyataan faktual yang dihadapi. Terkait dengan situasi aktual umat, akumulasi pengalaman, penilaian dan refleksi bagaimana sebuah situasi aktual umat berdampak pada ruang hidup masyarakat dicoba untuk diteguhkan dan dikonfrontasi dalam bingkai visi. Hermeneutik yang cukup representatif terkait dengan daya kritis situasi aktual umat adalah hermeneutik yang bersifat identifikasi antara pengalaman manusiawi dengan pengalaman religius. Bingkai hermeneutik ini mencoba untuk menemukan nilai bahwa di dalam kodrat dan pengalaman manusiawi ditemukan petunjuk-petunjuk ke arah adikodrati analogia etis. Maka dalam kerangka bingkai hermeneutik identifikasi ini, pengalaman-pengalaman faktual berhadapan dengan ketidakadilan atas berbagai situasi aktual umat menjadi pengalaman upaya bagaimana Gereja harus berbuat untuk mengupayakan perjuangan keadilan sebagai sebuah pengalaman pembebasan dan warta sejati mengenai Kerajaan Allah di kancah hidup masyarakat saat ini. Pengalaman, harapan, penilaian, kekritisan akan situasi aktual umat yang muncul serta direfleksikan dalam bingkai analisa sosial diidentifikasikan dengan sebuah visi mengenai tradisi suci yang kaya akan nilai-nilai pembebasan dari Allah. Tradisi suci-Kitab Suci mengenai kisah Yesus memberikan inspirasi, motivasi yang mendalam mengenai sebuah perjuangan sosio politis komunitas kritis. Komunitas itu adalah umat yang bersama dengan katekis untuk mencoba menggali berbagai aspirasi kritis persoalan situasi aktual umat. Peran katekese menjadi semakin strategis dalam arti tersebut. Hal itu didasari, bagaimana proses katekese mampu mengupayakan fungsinya menjadi pusat perkembangan komunitas basis umat. Hal tersebut meliputi kemampuan ruang katekese untuk menjadi; planning, pengorganisasian, aktualita serta evaluasi dan refleksi karya yang sungguh-sungguh mendasar pada berbagai peran kritis di dalam masyarakat. Purwono Nugroho Adhi Komisi Kateketik Keuskupan Agung Semarang Materi link Artikel yang berhubungan dengan katekese umat [Home Katekese Umat] [Apa itu Katekis] [Katekese Umat] [Sejarah PKKI] [Penanaman Nilai-Nilai Kekatolikan didlm Keluarga dengan Basis Lingkungan] [Peranan katekese] [Katekese Lingkungan] [Bina Iman Anak] [Bina Iman Remaja] [Katekese & Tantangan Multitask] [Katekese & Kebijakan Publik] [Katekese & Avant Gardis] Remaja Ketika saya berusia 13, saya mulai membaca Kitab Mormon setiap hari, dan saya telah diberkati setiap hari sejak saat itu. Kelas Sekolah Minggu kami untuk yang berusia 13 tahun tidaklah begitu dikenal karena kekhidmatan kami. Meskipun demikian, kami memiliki seorang guru hebat yang berusaha dengan baik sekali untuk mengajarkan setiap pelajaran dengan Roh. Satu pelajaran semacam itu adalah mengenai membaca tulisan suci. Di akhir pelajaran dia memberi kami sebuah tantangan. Itu ditujukan bagi kami semua, namun untuk beberapa alasan dia memandang langsung ke arah saya sewaktu dia berkata, “Saya menantang Anda membaca Kitab Mormon setiap hari!” Saya berkata kepada diri sendiri, “Saya akan memperlihatkan kepada Anda. Saya akan melakukannya!” Saya mulai dengan 1 Nefi pasal 1 sejak malam itu dan terus membaca setiap hari. Saya mungkin tidak memiliki sikap yang benar ketika saya memulainya, namun pada akhirnya saya mulai menyukai cara pembacaan Kitab Mormon. Membaca setiap malam menjadi suatu kebiasaan yang menyenangkan. Berbulan-bulan kemudian saya sampai pada Alma 32 dan terkesan dengan gagasan tentang percobaan iman. Di sekolah kami baru saja belajar mengenai melakukan percobaan ilmiah, jadi saya berlutut dan mengatakan kepada Bapa Surgawi bahwa saya sedang memulai percobaan itu. Saya memohon agar saya dapat mengetahui apakah Kitab Mormon benar. Memikirkan tentang pengalaman itu, saya tahu bahwa Bapa Surgawi menjawab doa-doa saya berulang kali. Membaca Kitab Mormon setiap hari memberi saya kemampuan yang meningkat untuk mengatasi kejahatan. Saya merasa lebih dekat kepada Bapa saya di Surga. Saya merasa dikuatkan oleh kuasa Roh Kudus untuk mengatasi rintangan. Apa yang Alma katakan mengenai melakukan percobaan dengan firman Allah adalah benar “Benih itu mulai membesarkan jiwaku. Ya, benih itu mulai menerangi pengertianku. Ya, benih itu mulai menjadi sebuah kelezatan bagiku” Alma 3228. Monday, March 04, 2013 halaman utama buku pengajaran ISAO LOGO Info Iman Katolik BPN PKK pusat informasi artikel iman sharing dan kesaksian tanya jawab berita dan kegiatan hubungi kami PENGALAMAN IMAN INFO KEGIATAN SEJARAH KARISMATIK TOKOH PKK ORGANISASI PKK Untuk hari ini belum ada ! BUKU-BUKU PENGAJARANDIPACU OLEH ROH KUDUSPembaruan Karismatik Katolik telah menjadi karunia istimewa dari Roh Kudus kepada Gereja untuk membaruinya. Buku ini adalah panduan yang sangat berguna bagi setiap orang untuk memahami sifat asli dari Pembaruan Karismatik Katolik. Pada hari ini, tanggal 16 Oktober, hari peringatan Baptisan saya, dengan sangat bersukacita saya merekomendasikan buku ini kepada para gembala umat dan para pemimpin Pembaruan agar supaya dapat membantu mereka di dalam membimbing gerakan itu pada arah yang benar di dalam keuskupan dan daerah mereka. ... [more info]PEDOMAN DASAR Telah tersusun PEDOMAN DASAR dengan kepanitiaan yang diketuai oleh Romo Antonius Gunardi, MSF. Pedoman dasar ini telah diterima dan disahkan oleh KWI dalam Sidang tahunannya, November 2005.... [more info]VISI DAN MISI PEMBAHARUAN KARISMATIK KATOLIK di INMengingat perkembangan Karismatik di Indonesia yang cukup pesat, tetapi tanggapan umat maupun pimpinan Gereja yang sering masih simpang-siur, maka dirasa semakin dibutuhkan bimbingan dan pengarahan dari pimpinan Gereja yang resmi, yang lebih jelas dan sesuai dengan iman Gereja. ... [more info] Pusat Informasi PENGALAMAN IMANYANG MENGESAN BAGI SAYA....... Yang Mengesan Bagi Saya..... Apa yang paling mengesan dan mengubah hidupku dalam hubungannya dengan Pembaharuan Karismatik Katolik ? Pertanyaan ini diajukan kepadaku setelah hampir 30 tahun mengalami relasi dekat dan akrab dengan pembaharuan ini. Segi yang paling menyentuh dan mengubah hidup saya adalah kuat kuasa Roh Kudus. Setelah mengalami masa kekeringan dalam hidup iman, saya disemangati oleh pengalaman di Kelompok Marriage Encounter. Betapa ME menyemangati sampai ketika pindah dari Solo ke Paroki Mangga Besar di Jakarta saya membawa cita-cita membangun umat Mangga Besar dengan menghidupkan kelompok-kelompok ME. Namun agaknya Tuhan punya rencana lain, Ia membawa saya kepada suatu pengalaman bahwa PKK lah yang menjadi sarana pokok yang dapat saya andalkan. Waktu di Solo memang saya pernah ikut acara-acara persekutuan doa karismatik dalam suasana umat Protestan, Gereja Baptis, dan sebagainya, namun tidak merasa �sreg� alias tidak tertarik. Januari 1977 saya ikut kelompok Persekutuan Doa pertama di Jakarta dan di situ saya tersentuh mengalami kehadiran Roh Allah. Saat itu sekitar 150 orang berdoa dan menyanyi. Hati saya dijamah Tuhan, rasanya seperti disetrum dari ubun-ubun sampai telapak kaki. Dan yang lebih mengesan adalah keyakinan bahwa Allah sendirilah yang menjamah diriku sampai ke bagian batin yang paling dalam, sampai sungguh merasa yakin yaa� inilah kekuatan Illahi, suatu Power yang mengubah hidupku, rencana dan cita-citaku. Pengalaman tersebut memberiku keyakinan akan kuat kuasa Roh Kudus yang dijanjikan Tuhan Yesus Yoh 14, yang dirindukan dan diperlukan oleh umatNya. Saya menyaksikan sendiri bagaimana buah-buah Roh Kudus sungguh menyemangati umat. Mereka mulai berubah dengan amat mencolok penyembuhan sering terjadi, watak orang-orang berubah, yang merencanakan cerai bisa rukun kembali, yang dulu malas menjadi orang rajin dan aktif, yang dulu tak merelakan anaknya dipanggil menjadi imam malahan mulai berdoa agar Allah memanggil anaknya menjadi imam/biarawan/biarawati. Umat mulai rajin berdoa, bersemangat membaca Kitab Suci, mengikuti aneka seminar pendalaman iman dan hidup kristiani, mulai berani memberi kesaksian dan ingin belajar mempersiapkan diri menjadi pewarta. Semua gejala ini begitu jelas memperlihatkan kepada saya bagaimana Roh Kudus sedang membaharui umatNya. Saya sendiri kemudian lebih dari 10 tahun mulai mengalami kehausan untuk belajar teologi Roh Kudus dan membaca buku-buku, majalah-majalah, juga ikut dalam pelbagai kursus, seminar atau retret mengenai pembaharuan hidup rohani. Berbekal kekuatan pembaharuan ini dan dibantu oleh rekan-rekan awam, kami coba mengkader, melatih dan memfasilitasi orang-orang untuk memperdalam pengalaman pembaharuan hidup mereka sampai bisa membimbing orang lain untuk hal yang serupa, melalui buku, majalah, seminar, kursus, retret, konvensi, perpustakaan, pusat informasi dan pelatihan untuk konseling, evangelisasi, kitab suci, trainer s course, pengutusan kader ke daerah-daerah, dan sebagainya. Inilah yang paling menyentuh hati saya sampai    Saya bersyukur kepada Tuhan bahwa sampai sekarang, selama 30 tahun Pembaharuan Karismatik Katolik tidak melemah, namun sebaliknya semakin bertumbuh baik kuantitatif maupun kualitatif; juga semakin diterima oleh semua pihak dan semakin memberi sumbangan positif dalam hidup beriman umat Gereja Katolik baik di Keuskupan Agung Jakarta maupun di Indonesia yang kita cintai. Terpujilah Tuhan ! Paroki St. Theresia, Jakarta,Pada pesta Paska 2006 L. Sugiri SJ dikutip dari Sepenggal Ziarah   Informasi lain mengenai PENGALAMAN IMAN Pengalaman yang berkesan dengan PKK-Endie RahardjaSaya bersyukur kepada Tuhan karena boleh mengenal Pembaharuan Karismatik Katolik dan boleh menjadi bagian dari Keluarga Pembaharuan Karismatik Katolik di Keuskupan Agung Jakarta ini. [lebih lengkap ...]PENGALAMAN SELAMA DALAM PELAYANAN PEMBARUAN KARISMATIK KATOLIKSulit untuk menyebutkan , mana pengalaman yang paling mengesan selama pelayanan saya dalam PKK selama 28 tahun. Banyak sekali yang mengesan dan sangat terkesan. Setelah saya refleksi, mungkin yang paling mengesan adalah, kenyataan, bahwa saya ditangkap oleh Tuhan untuk pelayanan ini. [lebih lengkap ...]Refleksi Singkat tentang Pembaruan Hidup dalam RohPertama kalinya saya berkenalan dengan Pembaharuan Hidup dalam Roh atau Pembaharuan Karismatik, ialah di Paris pada tahun 1972, di mana saya ikut menghadiri suatu pertemuan PD karismatik. Cukup mengesan, namun tidak ada kelanjutannya. Kemudian saya mendalami Pembaharuan itu secara teologis lebih dahulu lewat pelbagai macam literatur. Lewat studi itu saya disadarkan, bahwa pengalaman Roh Kudus dapat dimohon kepada Tuhan dan tidak harus lewat jalur penghayatan doa dan askesis yang lama lebih dahulu [lebih lengkap ...]Catatan dari seorang non-karismatisSEWAKTU untuk pertama kalinya saya masuki aula di komplkes RS Carolus di Jakarta, tempat diadakannya Konvensi Pembaruan Karismatik Katolik I, saya langsung terkesan oleh suasana sukacita yang saya jumpai di sana. Aula sudah hampir penuh. Semua yang hadir, melagukan nyanyian-nyanyian merdu sambil bertepuk tangan. Para peserta konvensi tampak bagi saya ibarat satu keluarga besar yang sedang diliputi kebahagiaan. [lebih lengkap ...]Cinta Menjadi Dasar Panggilan Hidup Pada hakikatnya panggilan hidup selibat dan hidup berkeluarga adalah jalan hidup yang dipilih dan ditempuh berdasarkan cinta kasih. Perjalanan panggilan hidup 25 tahun sebagai imam bagi Pastor Antonius Gunardi Prayitna MSF dan hidup perkawinan pasutri A. Endie Rahardja dan Maria Lucia Indra Sentosa Inge, diperbarui kembali, Rabu 10 Januari 2007 di Aula Katedral, Jakarta. [lebih lengkap ...]Renungan Pribadi oleh Charles WhiteheadBagi saya ada banyak saat dan peristiwa penting sepanjang 10 tahun menjabat sebagai Presiden ICCRS. Namun saya memilih 3 peristiwa yang sangat berkesan untuk Pembaruan Karismatik Katolik sedunia. [lebih lengkap ...]Pembaruan Karismatik Bagaimana saya bisa membuat kesimpulan tentang Pembaharuan Karismatik Katolik berdasarkan beberapa kejadian/informasi yang saya alami/terima dalam beberapa tahun saja, sementara Pembaharuan Karismatik Katolik telah dikembangkan sejak akhir1960-an dan saat ini melibatkan sekitar 120juta umat Katolik dan 148ribu Persekutuan Doa di seluruh dunia? data diambil dari [lebih lengkap ...]Pastor Corr Van Bavel MSC Ketika saya mulai memegang paroki S. Ignasius untuk ketiga kalinya, saya merasakan suatu kekeringan dan ketidakbahagiaan dalam hati. Sudah sejak ketika saya menjabat sebagai Delsos saya mulai merasakan krisis rohani, yang disebabkan oleh banyaknya perhatian yang saya berikan kepada hal-hal material dan dunawi, seperti pembiayaan proyek-proyek, mengumpulkan uang secara wajar dan terutama pemahaman akan kehidupan seksual itu yang sungguh terpendam dalam kebatinanku. Saya merasa bahwa kehidupan bathinku semakin miskin, kering dan merana. Semuanya itu berdampka negative bagi kehidupan rohani saya. [lebih lengkap ...]PROVINSI GEREJAWI JAKARTA MENGGELAR KONVENSI DAERAH VII”Syukur ada Anda” ucap Uskup Metropolit Provinsi Gerejawi Jakarta kepada para peserta Konvensi Daerah VII Provinsi Gerejawi Jakarta pada waktu mendatangi Konvensi. Bp Kardinal dengan demikian mengucapkan penghargaannya pada Keluarga Karismatik di Provinsi Gerejawi Jakarta. [lebih lengkap ...]Pengalaman beriman vs pengalaman mendapat mujizatSalah satu nasihat dari Yesus yang merupakan kritik terhadap orang-orang Farisi adalah ”Takutilah Dia, yang setelah membunuh mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Lukas 125.Biasanya orang takut karena manusia dan mungkin kita punya trauma terhadap orang-orang tertentu. Kita dapat lihat juga dalam masyarakat bahwa orang takut pada polisi, takut pada orang pajak karena takut diperiksa, takut pada jaksa, atau KPK sebab kadang-kadang ada pengalaman negatif yang tersimpan dalam hati dan membuat orang menjadi takut. Ketakutan yang demikian, bisa menjadi sesuatu yang nerotik juga. Dalam masyarakat, orang lebih takut terhadap manusia daripada pada Tuhan. [lebih lengkap ...]mengapa muncul ide PENTAKOSTA SERENTAK. Sekitar tahun 1990 saat pertama kali kuliah di Yogyakarta dan mulai melayani Pembaharuan Karismatik Katolik di Badan Pelayanan Mahasiswa, Pentakosta adalah moment yang sangat di tunggu-tunggu oleh setiap team pelayanan waktu itu, kenapa? Karena saat malam pentakosta itu, kami mengadakan Persekutuan Doa Team dan ada pencurahan Roh Kudus, dimana masing-masing team di minta untuk meminta 1 karunia khusus pada Tuhan, dan biasanya team yang berjumlah 60 orang tersebut di bagi menjadi 9 kelompok sesuai jumlah karunia yang ada, ada yang masuk kelompok karunia sabda pengetahuan, kelompok karunia bernubuat dsb. [lebih lengkap ...]Kesaksian Natal Aku ikut terlahir di saat NatalHari Natal merupakan hari yang sangat berkesan di dalam hidup saya. Namun sebelum saya melanjutkan kisah pengalaman saya ini, saya mau sedikit memperkenalkan diri. Saya berasal dari suatu kota kecil di daerah Indragiri Hulu-Riau. Keluarga saya bukanlah keluarga Katolik, namun saya mempunyai tante yang menikah dengan orang Flores dan menjadi katolik. Mereka tidak tinggal satu daerah dengan saya. Saat Natal mereka selalu datang ke kampung saya. Pada malam Natal mereka pergi ke gereja untuk misa Natal. [lebih lengkap ...] Copyright © 2007 Pembaruan Karismatik Katolik. All rights reserved. – Nama saya Patricius Yoga Advenda. Saya beragama Katolik. Lahir di Mojokerto, 12 Desember 2003. Saya anak kedua dari empat bersaudara. Saya akan berbagi kisah bagaimana menjadi siswa Katolik yang sejak kecil sekolah di lembaga Katolik kemudian sekarang di sekolah Negeri yang mayoritas teman-teman agamanya berbeda dengan saya. Pertama, saya bersyukur kepada Tuhan Yesus karena saya bisa diterima di SMAN 2 Mojokerto. Walaupun sekarang ada sistem zonasi, tidak semua orang dengan mudah bisa masuk di SMAN 2 Mojokerto. Bagi warga Mojokerto, SMAN 2 merupakan sekolah favorit. Sekolah ini memiliki fasilitas lengkap, berkualitas, sehingga banyak pelajar bersaing untuk masuk. Para siswa dan orangtua siswa memburu sekolah favorit sehingga anak-anak berprestasi dan orangtuanya mampu berkumpul di lembaga ini. Banyak prestasi yang telah ditoreh oleh sekolah ini, terakhir menjadi Juara 3 lomba perpustakaan tingkat nasional. Sekolah ini merupakan SMA Negeri bertaraf internasional yang biasa disebut Bumi Wiyata Setya Bhakti Buwitashakti dan Innovative School of SMANDA Inscada. Saya memilih sekolah di SMA Negeri 2 Mojokerto karena dua alasan. Pertama, saya ingin memiliki pengalaman dan pandangan yang lebih luas. Kedua, saya ingin memiliki akses yang lebih mudah untuk masuk di universitas negeri mengingat status yang disandang adalah A. Mengenyam pendidikan di sekolah negeri merupakan sesuatu baru bagi saya. Selama ini kami empat bersaudara sejak TK hingga SMP di sekolah Katolik. Pada waktu di sekolah swasta Katolik iman saya bertumbuh tanpa halangan atau rintangan yang berat. Saat ini saya sering ditanya tentang iman yang dianut dan terkadang disindir oleh segelintir teman yang belum memahami arti sebuah keyakinan. Inilah perbedaan antara sekolah Katolik dan negeri. Malu dan Canggung Penulis bersama teman-teman sekelasnya di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto/Foto Istimewa Ada satu pengalaman yang masih tersimpan dengan baik dalam ingatanku. Ketika itu, hari Senin minggu ketiga Juni 2019, saat pertama kali masuk sekolah atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah MPLS, bersama sahabat seangkatan kami dikukuhkan menjadi siswa SMA Negeri 2 Kota Mojokerto. Dua perasaan yang sangat menghantui saat itu adalah malu dan canggung. Dampak dari perasaan tersebut membuat saya sepertinya sulit berkomunikasi dengan teman-teman yang berasal dari berbagai SMP. Setelah pembagian kelas, perasaan malu, canggung dan sulit berkomunikasi masih melekat pada saya dan itu yang membuat saya merasa tertinggal soal pelajaran. Kesulitan beradaptasi ketika pertama kali menginjakkan kaki di SMA Negeri 2 adalah pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Belajar di awal masa SMA memang berbeda dengan masa SMP. Makin tinggi tingkatan makin sulit dan harus lebih mandiri. Ternyata di awal masuk SMA saya masih belum siap dan merasa kelelahan karena tugas yang makin banyak. Tetapi saya berpikir bahwa menjalankan tuntutan ini tidak sendirian, teman-temanku juga merasakan hal yang sama. Jadi saya harus semangat. Bersama teman-teman sekelas kami saling menyemangati dan saling membantu. Menjadi Garam dan Terang Di kelas terdapat aneka ragam agama. Saya beruntung masuk kelas yang memiliki aneka ragam agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, dan Hindu. Kami saling menghormati dan menjaga hubungan baik antaragama di kelas. Karena begitu dekatnya hubungan kami, kadang kami ungkapkan dalam bentuk candaan. Apabila candaan berlebihan terkadang saya merasa sakit hati. Jika merasa tersinggung dua sikap yang saya tunjukkan kepada teman-teman adalah menyimpan semua persoalan itu di dalam hati dan memberi teguran agar tidak mengulangi lagi hal yang membuatku sakit hati. Saya beruntung memiliki guru agama yang bisa tiap hari bisa ditemui. Tidak semua sekolah negeri di Mojokerto memiliki guru agama Katolik. Setiap pagi saat doa pagi bersama pukul dan saat pelajaran, Pak John Lobo, guru agama saya selalu mengingatkan anak didiknya agar kita menjadi terang dan garam di tengah-tengah masyarakat terutama di lingkungan sekolah melalui kata-kata, sikap dan cara hidup yang baik. Kami selalu diberi motivasi seperti itu agar tidak menjadi anak yang minder dan pemalu, walaupun kita minoritas. Dengan talenta yang diberikan Tuhan, kita bisa melakukan hal lebih dan luar biasa di sekolah. Bakat dan potensi apa yang kamu miliki harus dikembangkan. Itu adalah bukti bahwa kamu mencintai talenta dari Tuhan. Itu pesan beliau yang saya ingat. Selain itu kami juga diberi motivasi agar senantiasa menjadi pelayan seperti Yesus, selalu rendah hati dan sabar, serta jika diberi kepercayaan lakukanlah itu sebagai pemberian terbaik bagi sekolah tercinta. Patricius Yoga Advenda/Foto Istimewa Perbedaan Agama Seperti Paduan Suara Sejak SMP hingga di SMA saya memilih untuk mengikuti ekstrakurikuler paduan suara. Melalui paduan suara saya diberi ruang untuk mengembangkan bakat serta kemampuan dalam bidang tarik suara. Selama bergabung dalam kelompok paduan suara, saya mencoba membiasakan diri untuk jadi pelayan. Bentuk pelayanan yang dilakukan adalah membantu teman-teman dan adik kelas dalam bernyanyi. Ada pesan yang saya peroleh selama mengikuti paduan suara jika dihubungkan dengan perbedaan agama yang ada di sekolahku. Perbedaan suara dalam sebuah paduan suara sangat indah kalau semua jenis suara baik sopran, alot, teno, dan bas berbunyi. Demikian juga dengan perbedaan agama yang kami miliki. Sungguh menjadi kekuatan besar jika setiap perbedaan dilihat dari sisi positif untuk membangun kekuatan bersama untuk meningkatkan prestasi sekolah. Tidak Perlu Khawatir Selain itu saya juga menjadi perangkat atau pengurus kelas. Bila berhadapan dengan tantangan dalam tugas pelayanan, saya senantiasa berpikir positif sehingga semuanya berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan harapan bersama. Hingga saat ini saya memiliki kekuatan untuk mengatasi segala kekhawatiran dari Injil Matius 625-34. Tuhan Yesus berpesan kepada saya agar tidak perlu khawatir dengan apa yang sedang saya jalani saat ini. Kekhawatiran tidak akan menghasilkan apa-apa. Saya yakin pasti Tuhan selalu mendampingi hidupku. Meskipun Katolik itu kelompok minoritas di negeri ini terutama di sekolah tempat saya belajar mengais ilmu, saya tetap memiliki semangat untuk memberikan diri melalui potensi yang dimiliki untuk kemajuan SMA Negeri 2 tercinta. Semoga tenunan kisah saya ini bisa menginspirasi teman-teman yang sedang menuntut ilmu di jenjang pendidikan yang sama. Jika ada goresan kalimat sebagai luapan hati ada yang kurang berkenan dihati, saya sampaikan maaf yang sebesar-besarnya. Tuhan memberkati. Mojokerto, 31 Oktober 2020 Patricius Yoga Advenda adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

kisah pengalaman iman katolik